Jakarta, Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan - Kunjungan Paus Fransiskus dengan nama asli Jorge Mario Bergoglio pemimpin tertinggi Gereja Katolik mengunjungi Indonesia dan memberikan kebanggaan tersendiri bagi para peserta didik dan guru pada sekolah menengah kejuruan (SMK) di Jawa Tengah. Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia tahun 2024 adalah sebuah kunjungan kenegaraan dan pastoral yang dibuat oleh Paus Fransiskus, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia dan kepala negara Vatikan. Kunjungan ini dilaksanakan pada tanggal 3 sampai 6 September 2024. Ternyata dua buah kursi yang menjadi tempat duduk Paus pada kunjungannya di Jakarta adalah hasil kolaborasi karya 8 (delapan) peserta didik kelas 11 dan 12 yang memiliki latar belakang agama serta suku yang berbeda. Dalam pengerjaannya, para siswa didampingi karyawan serta guru SMK PIKA. Dua kursi yang digunakan Paus Fransiskus saat kunjungan di Jakarta, merupakan hasil dari pembelajaran Teaching Factory (Tefa) SMK PIKA Semarang. Dalam pembelajaran SMK tersebut hanya mempunyai 1 konsentrasi keahlian yaitu Desain Interior dan Teknik Furnitur. Setiap tahun SMK PIKA hanya menerima 60 peserta didik yang mereka didik dengan metode pembelajaran dari Swiss, yaitu mengintegrasikan antara pendidikan dan industri.
Dalam rangka meningkatkan keterampilan dan kompetensi para peserta didik, ekosistem di sekolah mengelola sebuah Unit Produksi SMK PIKA. Unit ini merupakan tempat para peserta didik belajar dan bekerja seperti di dunia industri yang riil. Ada beberapa alasan yang kami hidupi dalam mengelola Unit produksi ini yaitu memesan perabot di Unit Produksi SMK PIKA berarti turut serta dalam proses pendidikan agar anak bangsa menjadi terampil dan kompeten di bidang perkayuan. Dengan memesan perabot di Unit Produksi SMK PIKA berarti turut serta menjaga lingkungan Hidup Karena UP SMK PIKA menggunakan kayu-kayu yang legal.
Awal Mula SMK PIKA Semarang Mendapatkan Kepercayaan Membuat Kursi
Pada awal Februari yaitu tanggal 3 Februari 2024, Meski kunjungan Paus berlangsung pada bulan September, Paroki Gereja Katedral menghendaki agar kursi tersebut selesai pada Mei 2024. Akhirnya, dua tersebut berhasil diselesaikan dan dikirim ke Jakarta pada 25 Mei 2024. Awal kami mendapatkan kepercayaan untuk membuat kursi Paus, kami merasa bahagia dan bangga sekali karena sebagai sebuah sekolahan yang kecil dengan murid-murid yang sederhana dilibatkan dalam proyek yang sangat besar. Kami berkomitmen untuk membuat kursi ini secara optimal dan akan mempersembahkan kursi ini untuk bapa Paus. Kami segera berkoordinasi dengan para instruktur. Saya menyampaikan bahwa kita harus melibatkan para siswa karena pekerjaan membuat kursi merupakan sesuatu yang sesuai dengan kompetensi mereka dan tujuan lainnya yaitu agar tumbuh rasa bangga dalam diri para siswa.
Maka, para instruktur mulai memilih anak-anak yang kompeten di bidang masing-masing untuk menjadi tim pembuatan kursi Paus dengan pendampingan para instruktur dan karyawan. Kami mulai membuat 2 buah desain yang selalu kami ajukan ke panitia untuk mendapatkan persetujuan. Prinsip yang kami pegang saat mendapatkan kepercayaan untuk membuat kursi Paus, sebagai kepala sekolah saya berkomitmen untuk melibatkan para siswi-siswa agar mereka berpartisipasi meski tidak 100%. Para instruktur mulai memilih 8 anak sesuai dengan kompetensi mereka dan ternyata mereka berasal dari berbagai latar belakang baik jenis kelamin ada yang laki-laki dan perempuan, dari asal daerah, ada siswa yang berasal dari Mnetawai, Jawa, Papua, dan Kupang, ada juga siswa yang berasal dari agama yang berbeda yaitu Katolik, Islam, dan Kristen.
Dalam proses pembuatan kursi paus kami juga menghadapi tantangan. Tantangan paling besar yaitu saat pembuatan desain kursi yang sesuai. Dari sisi proses produksi, kami sudah terbiasa membuat perabot-perabot yang berasal dari kayu baik untuk gereja, kantor, sekolahan, ataupun rumah tangga. Hal ini sesuai dengan kompetensi keahlian kami yaitu Desain Interior dan Teknik Furnitur. Kami menerapkan pembelajaran yang berbasis teaching factory kepada para ssiwa sehingga sudah terbiasa bagi mereka bekerja menyelesaikan pesanan pelanggan dan bekerja bersama tukang. Dalam penerapan teaching factory ini, kami menerapkan budaya kerja yang berlaku di perusahaan kepada para siswa bahwa cara kerja, system kerja, dan hasill kerja mereka harus sesuai dengan standar perusahaan.
Maka, konsep integrasi antara dunia pendidikan dan dunia industri sangat kami pegang dalam proses pembelajaran. Kami melatih para siswa-siswi untuk belajar dan bekerja selama mereka ada di sekolahan. Hal ini bertujuan agar anak-anak bisa menjadi lulusan yang unggul di bidang teknologi perkayuan.
Secara umum, para siswa merasa bahagia dan bangga karena bisa terlibat dalam pembuatan kursi Paus ini. Bahkan ada siswa yang tidak percaya karena bisa diiktkan dalam pekerjaan ini. Mereka berharap agar nantinya bapa Paus bisa duduk dengan nyaman. Secara umum, para siswa merasa bersyukur akan pengalaman membuat kursi Paus ini.
Material Yang Digunakan dan Desain Dalam Pembuatan Kursi
Dua buah desain kursi dibuat dengan material rotan dan kayu pilihan,
a. Kursi rotan dibuat dengan desain pegunungan yang terinspirasi dari pintu masuk gereja Katedral Jakarta dan model gunungan wayang. Kursi tersebut dibuat dengan bahan kayu jati pilihan dan dikombinasi dengan rotan, awalnya dibuat model yang sedikit lebih mewah tetapi direvisi oleh panitia agar disederhanakan.
b. Kursi sofa dibuat dengan model yang sederhana, awalnya dari pihak sekolah ingin menggambarkan bendera merah putih dan bawahnya berupa kepulauan Indonesia dan ada pita yang dicengkeram kaki Garuda Pancasila dengan tulisan Bhineka Tunggal Ika. Namun dari pihak panitia meminta agar gambar tersebut diubah menjadi logo Kepausan.
”Kursi digunakan pada saat Kami baru mengetahui bahwa kursi paus yang kami produksi digunakan saat paus bertemu dengan para biarawan dan biarawati di Gereja katedral Jakarta. Kami merasa bahagia, bangga, dan terharu saat melihat kursi kami diduduki oleh Paus sebagai pemimpin gereja katolik sedunia.”
Sebagai Kepala Sekolah, saya mengucapkan terima kasih kepada para siswa, para guru, dan para tukang/pekerja yang telah bekerja sama serta berkolaborasi dalam memproduksi kursi Paus ini, ungkap Marsono, Kepala SMK PIKA Semarang
”Kami berharap agar Paus merasa nyaman saat duduk di kursi yang dibuat oleh para siswa SMK PIKA Semarang. ”
Pembelajaran Teching Factory dan Kurikulum Swiss-Indonesia
Masa tempuh pendidikan bagi peserta didiknya berbeda dengan SMK umumnya selama 3 tahun di SMK PIKA menempuh pendidikan selama 4 tahun. SMK PIKA memadukan kurikulum Swiss dan kurikulum yang ada di Indonesia yaitu Merdeka Belajar. Tujuannya untuk bisa menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan spesifik.
"Kami memadukan kurikulum Swiss dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia agar bisa menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan spesifik," ungkap Dwi
